Seperti halnya Kota Bandung, ranah musik independen Bandung memiliki tradisi media yang kuat. Di semua ranah musik independen, infrastruktur media menjadi salah satu fokus yang dibangun selain gigs dan crew. Di ranah musik keras, tentu kita sangat familiar dengan Radio GMR 104,4 FM. Radio yang berdiri pada 1 Januari 1990 ini sejak awal menyajikan musik rock dan metal sebagai fokus dari program siaran mereka. Radio GMR secara kuat mewarnai ragam penyiaran radio di Kota Bandung dan akhirnya membangun tonggak pengetahuan dan keterbukaan terhadap musik keras. Rock Station, art/progressive rock, hard rock, heavy metal, speed metal, thrash metal hingga death metal yang diputar setiap harinya membangun wawasan yang kuat mengenai ragamnya musik ektrim.
Selain menghadirkan ragam hasrat musik keras, GMR merupakan ruang terbuka bagi para musisi musik cadas untuk berkumpul dan berbagi informasi. Ia juga aktif mendorong perekaman karya-karya sendiri band-band cadas Indonesia dan mempublikasikannya dalam program-programnya secara spesifik. Peran Radio GMR FM sangat besar sebagai salah satu faktor di belakang nama band-band yang kini besar, selain juga aktif menggelar konser dan festival musik cadas, dari musisi lokal hingga musisi kelas dunia.
Pada masa yang sama, sekitar tahun 1994 dan 1995 tradisi media di ranah musik bawah tanah Bandung mulai menggeliat dengan hadirnya Zine sebagai corong komunitas-komunitas ini. Sejak lahirnya Swirl pada tahun 1994 dan Revograms Zine di tahun berikutnya, perkembangan zine di Bandung semakin tak terbendung. Perkembangan ini turut memunculkan Zine New Noise yang dikelola oleh Eben dan kawan-kawan. Zine yang berdiri sejak tahun 2000 ini secara fokus menyoroti musik new metal dan progresivitas pergerakan musik metal/hardcore lokal dan global. New Noise bertahan empat edisi hingga tahun 2004. Pada masa ini, musik metal mengalami perkembangan yang pesat. Banyak sekali album yang rilis seiring dengan banyak band baru yang juga lahir. Internet juga semakin berkembang dan gelombang awal media social mulai terjadi. Selain blog dan milis, dua portal yang paling mewarnai dinamika ini adalah Friendster dan My Space. Band-band metal semakin luas mendapat ruang untuk mengeksplorasi dunia.
Namun demikian, perkembangan ini tidak berbanding lurus dengan media konvensional. Ketika Burgerkill merilis album Beyond Coma and Despair tahun 2006, Eben begitu kesulitan mencari media yang bersedia menjadi mewadahi promo album sekaligus membangun pemahaman metal yang baik sesuai dengan progresivitas musik ini baik di ranah lokal, mau pun global. Akhirnya, satu radio yang bersedia menampung program ini adalah Radio CBL. Mulai 2007, Eben bersama Irvine Jasta mengisi program Radio Distorsi. Di program inilah lagu-lagu cadas berdistorsi keras mulai leluasa diputar. Pecinta musik bawah tanah mendapat asupan banyak informasi terkait perkembangan musik, promo gigs, hingga interview dan live perform band.
Tahun 2009 Irvine memutuskan untuk lepas dari program ini. Eben kemudian diajak Gebeg untuk membuat program serupa di Radio Oz. Gebeg sendiri saat itu sudah memandu program siaran Oz Galasin. Pada Januari 2010 di Radio Oz, dimulailah siaran perdana program Eben – Gebeg : Extreme Moshpit.
Siaran Exreme Moshpit digelar selama dua jam, setiap Kamis malam. Di Oz, siaran Extreme Moshpit makin lengkap dengan adanya studio beserta instrumen dan sound system pendukung yang memungkinkan mereka memiliki program live band, terutama bagi mereka yang sedang melakukan promo, memiliki update program, baru merilis album, single, atau video klip. Gebeg mengenang, tiga bulan pertama Extreme Moshpit mengudara, segera melesat menjadi salah satu program top di Radio Oz. Aulia Ramadhan, producer Extreme Moshpit mengungkapkan sejak Extreme Moshpit mengudara, banyak musisi metal semakin intens mengajak Radio Oz bekerja sama untuk mengemas program musik extreme.
Dalam perjalanannya, Extreme Moshpit banyak memberikan kontribusi dalam membangun wacana bersama mengenai hal yang diusung pada penggiat musik metal Indonesia dalam berbagai platform pergerakannya. Ketika terjadi peristiwa Tragedi AACC tahun 2008 dan seluruh ranah musik independent bahu membahu menggiring opini dan wacana media mengenai ranah musik metal sebagai salah satu akar ekonomi kreatif Indonesia, Extreme Moshpit menjadi salah satu media terdepan yang terus bergerak. Ide-ide yang disampaikan adalah konsolidasi, kontribusi, keterbukaan, keterpaduan, penghormatan terhadap keragaman, selain membangun tonggak standar dalam produksi rekaman, pergelaran musik, artwork dan perlakuan produk musik dan multi media, serta pembangunan mental manusianya. Dengan karakternya sendiri, perlahan Extreme Moshpit menjelma menjadi salah satu kiblat media metal.
Extreme Moshpit juga hadir mengawal kelahiran kembali festival legendaris Bandung Berisik dari tahun 2011 hingga 2013. Extreme Moshpit malah memiliki panggung khusus di arena Bandung Berisik 2013 yang digelar di Stadion Siliwangi. Pergelaran ini tercatat sebagai kemenangan besar bagi ranah musik Bandung karena berhasil membawa festival musik metal di jantung Kota Bandung. Internasionalisasi adalah salah satu wacana yang diusung Extreme Moshpit dan Bandung Berisik saat itu. Kuatnya tekanan dari ranah musik metal agar Bandung Berisik menjadi festival internasional, yang mana hal ini bertentangan dengan konsep Bandung Berisik sendiri sebagai festival lokal, merupakan latar belakang wacana internasionalisasi ini bergulir. Di sisi lain, Extreme Moshpit sendiri sangat menyetujui bahwa semenjak Tragedi AACC, internasionalisasi di ranah musik metal merupakan satu keniscayaan yang harus dilakukan.
Kerja sama internasional yang kemudian dijalin adalah kerja sama media. Bandung Berisik mengundang Dom Lawson dari Metal Hammer untuk hadir di Bandung Berisik 2012 dan 2013. Extreme Moshpit segera menjadi media yang secara intens terus menghadirkan dinamika ini. Berbagai konsep pergerakan internasional dan kemungkinan-kemungkinan baru untuk melakukan penetrasi internasional terus digodok dan dirumuskan di tengah gejolak lokal yang juga tak kalah riuh rendah.
Kerja sama media internasional ini melahirkan banyak sekali pencapaian fantastis bagi ranah musik metal Indonesia. Eksposur pergerakan msuik metal Indonesia yang diberitakan Dom Lawson di Majalah Metal Hammer membawa angin segar dan merubah wajah musik metal Indoensia di dunia internasional. Berbagai reportase, artikel, essay, review album, hingga penghargaan-penghargaan yang diberikan Metal Hammer kepada band-band Indonesia semakin mengukuhkan Indonesia di kancah musik internasional. Tahun 2013 tercatat Burgerkill mendapat penghargaan Golden Gods untuk kategori Metal As Fuck, sebuah penghargaan yang dberikan kepada band yang secara konsistem memberikan kontribusi besar terhadap ranah musik metal di negaranya. Penghargaan inti tentu saja mengukuhkan ranah dan komunitas musik metal Indonesia yang sangat besar dan semakin kuat tampil dalam berbagai media, menyeruak ke dunia internasional.
Sepanjang tahun-tahun ini, Extreme Moshpit secara konsisten terus hadir membangun berbagai wacana pergerakan musik metal seraya menajamkan terus apa yang sudah dirintisnya. Pergerakan ini semakin meruncing menjadi tombak berbahaya ketika akhirnya melahirkan program Bandung Blasting 2015. Ini merupakan program penetrasi dua band metal Indonesia, Burgerkill dan Jasad untuk menggelar tur bersama di Eropa sePanjang Juni dan Juli 2015. Program ini sempat akan berkelindan dengan perjalanan Modern Heavy Metal Conference 2015 di mana Kimung hadir menjadi salah satu pembicara di konferensi metal internasional ini. Walau kemudian dua program ini pada akhirnya berjalan terpisah, namun Extreme Moshpit hadir berada di jantung dua pergerakan ini dan menyajikannya keduanya menjadi satu keping utuh pemahaman baru mengenai pergerakan musik metal yang solid dan ideal.
Pergerakan internasional metal Indonesia mulailah masuk ke panggung yang selanjutnya!
Bersambung…
@kimun666 adalah sejarawan dan musisi