Meski embrionya telah dimulai sejak 1999, baru tahun 2000, Cerahati resmi berdiri. Digawangi oleh lima orang alumni Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB (FSRD ITB), Pumpung Wratsongko, Pundjung Wratsongko, Munadi Alianto alias Xonad, Edy Khemod dan Wahyu Sulasmoro. Cerahati bukan saja menyatukan mereka dalam kesamaan minat, tapi juga menjadi ‘tempat bermain’ untuk selalu menemukan bentuk kreatifitas baru yang berbeda dari yang lain.
Seriring dengan perubahan kebijakan pertelevisian di Indonesia, imbasnya dirasakan pula oleh industri video musik. Masa bulan madu dengan MTV bagi industri video musik telah berakhir. Namun di masa sulit seperti sekarang, justru di lihat sebagai tantangan untuk mencari sesuatu yang baru. Lewat program Video After School vol.1 yang akan diselenggarakan bulan Desember mendatang, Cerahati melihatnya sebagai kesempatan untuk mencipkan ‘media alternatif baru’ bagi perkembangan dunia video musik di Indonesia.
Dalam wawancara dengan Tarlen Handayani tanggal 17 September 2006, Wahyu Sulasmoro, atau lebih dikenal dengan nama Moro, salah satu pendiri Cerahati, berkisah bahwa Cerahati sudah mulai terbentuk sejak tahun 1998-an, awalnya dipakai oleh Pumpung, Pundjung, Xonad, bergerak di desain grafis dan multimedia. Tahun 2000 Edi Khemod dan Moro bergabung seiring dengan makin mudahnya teknologi digital dan kita bisa dapat makin banyak proyek video musik. Cerahati pertama kali menggarap video clip band Coklat tahun 1999 bekerja sama dengan Reverse, Helvi Fast Foward Records,_ dan Richard Mutter. Setelah itu Cerahati sempat menggarap beberapa video klip sebelum kemudian menggarap video klip Koil lagu “Mendekati Surga.” Momen ini juga menjadi awal perkenalan Cerahati dengan MTV Indonesia karena video “Mendekati Surga” terpilih menjadi video yang paling banyak diminta. Setelah itu barulah menggarap video klip Mocca.
Masa ini ranah produksi video klip di bandung masih sangat sedikit karena faktor alat yang mahal dan bagi banyak seniman di Bandung hanya menjadi kerja sampingan . Untuk memutar video klip di televisi juga label yang bersangkutan harus membayar uang yang mahal sehingga label tidak mau gambling untuk nyoba kliper-kliper baru.
Pada masa ini, persinggugan antara Cerahati dengan berbagai seniman lainnya juga semakin cair. Bisa disebutkan, tahun 2000 merupakan tahap awal pertemuan kolaboratif dari sekelompok orang yang memiliki perhatian dan minat yang sama di kawasan Muararajeun Kaler. Perkumpulan yang intens di sebuah rumah yang terletak di kawasan pinggiran kota yang padat di Bandung telah muncul menjadi apa yang disebut ‘sikap kolektif’, yang dianggap sebagai tindakan memanjakan diri melalui proses kreatif. Setiap anggota kolektif ini sering menggunakan teknologi komputer, membuat tumpukan karya dalam format analog dan digital berupa suara, musik, gambar, animasi, film, dan sebaginya. Dari kegiatan pribadi kemudian berkembang menjadi tindakan kolektif untuk membentuk komposisi seni melalui menciptakan sensasi suara, cahaya, dan ruang; yang dilakukan secara spontan dan terkadang dengan tujuan dan sasaran yang beragam. Beberapa hasil yang mengejutkan sering terjadi dari kebebasan mereka untuk bertindak dan berkreasi, serta dialog dan intervensi. Apa yang mereka lakukan telah berkembang dari sikap sehari-hari menjadi seni pertunjukan. Ruang-ruang dan eksplorasi inilah yang kemudian menjadi cikal bakal kolektif progresif baru yang berkelindan dengan musik elektronik, Biosampler.
Selain itu, Gerakan musik elektronik yang beririsan dengan eksplorasi seni rupa semakin mengemuka di tahun 2001. Setidaknya ada dua kolektif pergerakan musik elektronik dan seni rupa lahir tahun 2001 yang benang merahnya bisa ditarik ke Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB). Dua kolektif ini adalah Biosampler dan Bandung Center For New Media Art (BCFNMA).
Biosampler digagas oleh kawanan Cerahati yang terfokus kepada eksperimen audio dan visual. Menggunakan proyektor overhead (dengan berbagai cairan dan objek), proyektor video, dan proyektor slide. Sedangkan untuk Audio, kami menggunakan Fruity Loops yang dijalankan di komputer dan berbagai perangkat lunak, keyboard, bass, didgerido, dan gitar listrik. “Bagi kami, VJ-ing lebih dari sekadar memproyeksikan gambar gabungan waktu nyata di layar. Saya ingin melihatnya sebagai aktivitas menciptakan pengalaman visual / alam semesta yang berkembang. Pertama, jarak antara penonton / pemain, panggung / tempat duduk, direncanakan / spontan, milik saya / milik Anda dll; harus dilenyapkan. Untuk membangun kembali sesuatu kita harus menghancurkan / mendekonstruksi bentuk awal dan batasannya. Kedua, interaksi dan tanggapan sudah dekat. Dengan demikian, kami telah menciptakan lingkaran moebius di mana sebuah ide akan bergerak maju mundur, kiri ke kanan, diteruskan dari orang ke orang, dan itu akan berkembang dan berubah sementara itu. Dan itu adalah Interaksi Waktu Nyata. Ini seperti permainan “pong” yang rumit.”
Sementara itu, Bandung Center for New Media Arts dibentuk pada Desembar 2001, sebagai tanggapan atas pentingnya dialog dan kerjasama di antara berbagai bidang kerja dan keilmuan. Dengan kepedulian pada berbagai bidang lintas ilmu seperti sains, teknologi dan seni, organisasi ini mencoba melibatkan kalangan pribadi dan lembaga untuk bersama-sama menciptakan gagasan-gagasan baru. Bandung Center for New Media Arts memulai kegiatan utamanya dengan seni kontemporer dan arsitektur.
Bandung Center for New Media Arts bergiat dalam mendokumentasikan, memediasi teori, program kerjasama dan pendidikan publik. Dengan empat bidang garapan tersebut, organisasi Media Baru ini juga berbagi sumber daya kepada kalangan imuwan dan masyarakat luas dengan kepedulian yang sama. Bandung Center for New Media Arts mengorganisir ruang kebersamaan/kolektif bernama Common Room yang mengutamakan karya-karya yang bertujuan membangun komunitas berbasis program, bersama dengan Klab Baca Tobucil, organisasi dukungan untuk Gerakan membaca di Bandung. Selain itu, Bandung Center for New Media Arts juga membangun jaringan kerjasama dengan Biosampler, kelompok pertunjukan multi media di Bandung yang berdiri sejak 2001, serta Cerahati, rumah produksi yang bergiat memproduksi video musik berskala nasional.
Dewan pengurus organisasi ini adalah Reina Wulansari (direktur), Gustaff H. Iskandar dan R.E. Hartanto (koordinator program) dan T. Reza Ismail (penasihat). Sampai kini, organisasi telah bekerjasama dengan sejumlah lembaga budaya di berbagai tempat dan negeri. Kelak, Bandung Center for New Media Arts melebur dan bertransformasi menjadi ruang inisiatif Common Room Network Foundation. Ruang legendaris inilah yang memiliki andil besar dalam perkembangan musik elektronik dan pergerakan visual terutama di media baru pada masa-masa selanjutnya.
@kimun666
- Essay merupakan bagian penulisan buku Bandung Bawahtanah tema sejarah musik elektronik Bandung 1990 – 2020